Militansi Fans K-Pop dan Bisnis Miliaran Dolar
militansi-fans-k-pop-dan-bisnis-miliaran-dolar
KOLABORASI – Enggak ada yang meragukan bahwa fandom K-pop adalah salah satu yang paling royal, loyal, militan, dan beringas. Sebuah perseteruan di dalam basis fans boyband NCT di Space Twitter adalah bukti bahwa fans K-pop adalah salah satu kelompok penggemar paling militan di dunia.
Kejadian itu bermula dari seorang fans NCT di Twitter yang kerap melontarkan opini buruk tentang personel boyband itu. Enggak terima dengan opini itu, komunitas fans NCT menggelar Space di Twitter untuk “menyidang” si pelaku. Di tengah desakan dan hujatan satu komunitas fans tersebut, ada seorang yang berniat ngebawa masalah ini ke level yang lebih tinggi dengan membawa-bawa orang-orang terdekatnya yang diklaim anggota partai, tentara, polisi. Dia juga mengancam bakal menuntut si pelaku dengan Undang-Undang Informasi Telekomunikasi dan Elektronikasi (UU ITE) kalau pelaku ga minta maaf atas perbuatannya.
Aksi penggemar NCT satu itu yang bikin Twitter heboh. Enggak sedikit yang bilang mbak-mbak yang bawa-bawa anggota keluarganya dan mengancam dengan UU ITE itu sangat kelewatan untuk konteks fandom. Beberapa yang lain sadar bahwa K-pop punya pengaruh sangat kuat sampai-sampai penggemarnya bisa melakukan hal-hal yang kadang ga masuk akal untuk membela idolanya.
Ini bukan pertama kalinya militansi penggemar K-pop bikin orang geleng-geleng, seenggaknya di komunitas industri musik. Tapi apa yang sebenarnya menjadi penyebab fandom ini demikian?
Nilai bisnis K-pop
Industri budaya pop Korea Selatan menghasilkan 5 miliar dolar AS atau sekitar Rp73,6 triliun pada 2018 berdasarkan laporan Kementerian Kebudayaan, Olahraga, dan Pariwisata. Laporan keuangan 2021 dari HYBE, perusahaan induk yang menaungi boyband BTS, bahkan mencapai 858 juta dolar AS atau sekitar Rp12 triliun yang mana menjadi rekor pendapatan tertinggi perusahaan.
Jadi bisa dibilang K-pop ini adalah bisnis super gurih. Hebatnya lagi ini industri yang menggunakan bahasa yang ga dipakai banyak negara, enggak kaya bahasa Inggris, Prancis, Inggris, Arab, Mandarin, ataupun Spanyol, tapi bisa dinikmati banyak orang di berbagai belahan dunia.
Sesuatu yang tadinya enggak dikenal banyak orang tapi mampu menciptakan pasar internasional ini tentu enggak dirancang asal-asalan. Ada perjalanan panjang hingga ini menjadi komoditas panas di berbagai belahan dunia. Salah satu aspek yang paling keren dari industri ini adalah gimana caranya mereka menciptakan basis penggemar yang begitu loyal, militan, dan bahkan obsesif seperti mbak-mbak yang ada di insiden Twitter tadi.
Asal-usul militansi
Areum Jeong dalam laporan Washington Post berjudul How K-Pop Conquered The Universe mengatakan bentuk hubungan penggemar dan idola mereka di era 1990-an bersifat top-down. Itu artinya segala kegiatan berkaitan dengan penggemar diselenggarakan oleh pihak label sang artis. Jeong, asisten profesor di Sichuan University-Pittsburgh Institute serta fans K-pop kawakan, hubungan itu berubah seiring waktu menjadi horizontal dan swadaya.
“Sekarang makin sulit mendiskusikan K-pop tanpa membahas penggemarnya sebab seorang idola ga akan bisa populer tanpa kerja keras penggemarnya,” ujar Jeong.
Fans generasi pertama K-pop ini yang membuka jalan besarnya popularitas para idola Korea Selatan. Mereka menggelar dan mengelola acara komunitas penggemar, membuat situs web, sampai ngulik search engine optimization (SEO) bair nama grup idola kesayangan mereka gampang ditemukan di internet.
Generasi kedua K-pop pada 2000-an diisi oleh Super Junior, Big Bang, hingga Girl’s Generation. Pada generasi inilah para penggemar mulai membangun yang namanya “budaya mendukung” dalam bentuk komunitas daring serta di kafe-kafe resmi penggemar artis pujaannya. Sementara itu penggemar generasi ketiga yang dikelompok idola BTS, Blackpink, EXO, hingga Red Velvet punya pendekatan yang lebih jauh lagi. Mereka ini sangat peduli dengan citra idolanya di ranah digital dengan mengatur kata kunci pencarian yang bagus, membuat fancam (klip video amatir saat idolanya tampil di panggung), sampai ngejar komentar-komentar jahat yang menyerang. Contoh terakhir ya kejadian Safa dua hari lalu.
Masih akan terus berjaya
Riwayat tersebut menjelaskan betapa peduli dan setianya penggemar K-pop terhadap para idolanya. Dari aspek daya beli, dukungan moral, waktu yang dihabiskan untuk streaming lagu dan video, sampai menjaga reputasi idola, semua dilakukan dengan penuh totalitas. Jadi ga perlu heran kenapa fans K-pop bisa begitu militan bahkan kadang obsesif terhadap idolanya. Menganggap fenomena ini sebagai obsesi sesaat aja sepertinya tidak representatif, sebab ini adalah kultur pop yang sudah ditanam sejak bertahun-tahun lalu.
Tentu saja kultur komunitas penggemar yang kuat ini pertanda baik untuk industri. Itu artinya jika perusahaan label musik Korea Selatan sanggup melahirkan talenta baru berkualitas, enggak ada alasan gelombang K-pop akan surut dalam waktu dekat.
Rumah manajemen kayak HYBE dan YG Entertainment pasti akan terus mencari BTS dan Blackpink berikutnya. Dua kelompok musik ini adalah produk terbaik yang ga hanya laris di Korea tapi juga internasional. Apapun yang kedua grup itu sentuh, pasti akan jadi emas. Ga percaya? Mungkin kamu ingat gimana chaos-nya gerai-gerai McDonald tahun lalu ketika mereka kerja sama dengan BTS? Padahal yang mereka jual itu cuma nugget loh, tapi yang antre luar biasa ramai. Gilanya kantong kertas produk itu aja bisa dijual dengan harga yang agak kurang wajar untuk kantong kertas. Sebagai tambahan, BTS berhasil ngantongin sekitar Rp125 miliar dari kerja sama dengan McDonald itu. Ini belum bahas produk-produk lain yang diiklankan oleh BTS atau grup K-pop lainnya.
Dengan kata lain, fenomena K-pop ini adalah kesempatan besar industri hiburan. Ketika mereka mencapai level kesuksesan seperti BTS misalnya, mereka benar-benar punya kemampuan Midas, mengubah segalanya jadi emas. Yang memungkinkan mereka seperti demikian? Tentu saja penggemar mereka yang militan tersebut. Kamu juga ga usah kaget apabila nanti akan ada keributan lainnya di komunitas fans K-pop seperti beberapa hari lalu sebab itulah yang akan terjadi ketika loyalitas dan dukungan terhadap sosok idola mencapai titik tertingginya.
Baca Juga :
Tips Packing Barang Bawaan Saat TravelingTAGS:
References (15)
- Edit Post Edit This Post within a Hour
- Hide Post Hide This Post
- Delete Post If inappropriate Post By Mistake
- Report Inappropriate content
- Edit Post Edit This Post within a Hour
- Hide Post Hide This Post
- Delete Post If inappropriate Post By Mistake
- Report Inappropriate content
- Edit Post Edit This Post within a Hour
- Hide Post Hide This Post
- Delete Post If inappropriate Post By Mistake
- Report Inappropriate content
WEBINAR
Militansi Fans K-Pop dan Bisnis Miliaran Dolar
militansi-fans-k-pop-dan-bisnis-miliaran-dolar
KOLABORASI – Enggak ada yang meragukan bahwa fandom K-pop adalah salah satu yang paling royal, loyal, militan, dan beringas. Sebuah perseteruan di dalam basis fans boyband NCT di Space Twitter adalah bukti bahwa fans K-pop adalah salah satu kelompok penggemar paling militan di dunia.
Kejadian itu bermula dari seorang fans NCT di Twitter yang kerap melontarkan opini buruk tentang personel boyband itu. Enggak terima dengan opini itu, komunitas fans NCT menggelar Space di Twitter untuk “menyidang” si pelaku. Di tengah desakan dan hujatan satu komunitas fans tersebut, ada seorang yang berniat ngebawa masalah ini ke level yang lebih tinggi dengan membawa-bawa orang-orang terdekatnya yang diklaim anggota partai, tentara, polisi. Dia juga mengancam bakal menuntut si pelaku dengan Undang-Undang Informasi Telekomunikasi dan Elektronikasi (UU ITE) kalau pelaku ga minta maaf atas perbuatannya.
Aksi penggemar NCT satu itu yang bikin Twitter heboh. Enggak sedikit yang bilang mbak-mbak yang bawa-bawa anggota keluarganya dan mengancam dengan UU ITE itu sangat kelewatan untuk konteks fandom. Beberapa yang lain sadar bahwa K-pop punya pengaruh sangat kuat sampai-sampai penggemarnya bisa melakukan hal-hal yang kadang ga masuk akal untuk membela idolanya.
Ini bukan pertama kalinya militansi penggemar K-pop bikin orang geleng-geleng, seenggaknya di komunitas industri musik. Tapi apa yang sebenarnya menjadi penyebab fandom ini demikian?
Nilai bisnis K-pop
Industri budaya pop Korea Selatan menghasilkan 5 miliar dolar AS atau sekitar Rp73,6 triliun pada 2018 berdasarkan laporan Kementerian Kebudayaan, Olahraga, dan Pariwisata. Laporan keuangan 2021 dari HYBE, perusahaan induk yang menaungi boyband BTS, bahkan mencapai 858 juta dolar AS atau sekitar Rp12 triliun yang mana menjadi rekor pendapatan tertinggi perusahaan.
Jadi bisa dibilang K-pop ini adalah bisnis super gurih. Hebatnya lagi ini industri yang menggunakan bahasa yang ga dipakai banyak negara, enggak kaya bahasa Inggris, Prancis, Inggris, Arab, Mandarin, ataupun Spanyol, tapi bisa dinikmati banyak orang di berbagai belahan dunia.
Sesuatu yang tadinya enggak dikenal banyak orang tapi mampu menciptakan pasar internasional ini tentu enggak dirancang asal-asalan. Ada perjalanan panjang hingga ini menjadi komoditas panas di berbagai belahan dunia. Salah satu aspek yang paling keren dari industri ini adalah gimana caranya mereka menciptakan basis penggemar yang begitu loyal, militan, dan bahkan obsesif seperti mbak-mbak yang ada di insiden Twitter tadi.
Asal-usul militansi
Areum Jeong dalam laporan Washington Post berjudul How K-Pop Conquered The Universe mengatakan bentuk hubungan penggemar dan idola mereka di era 1990-an bersifat top-down. Itu artinya segala kegiatan berkaitan dengan penggemar diselenggarakan oleh pihak label sang artis. Jeong, asisten profesor di Sichuan University-Pittsburgh Institute serta fans K-pop kawakan, hubungan itu berubah seiring waktu menjadi horizontal dan swadaya.
“Sekarang makin sulit mendiskusikan K-pop tanpa membahas penggemarnya sebab seorang idola ga akan bisa populer tanpa kerja keras penggemarnya,” ujar Jeong.
Fans generasi pertama K-pop ini yang membuka jalan besarnya popularitas para idola Korea Selatan. Mereka menggelar dan mengelola acara komunitas penggemar, membuat situs web, sampai ngulik search engine optimization (SEO) bair nama grup idola kesayangan mereka gampang ditemukan di internet.
Generasi kedua K-pop pada 2000-an diisi oleh Super Junior, Big Bang, hingga Girl’s Generation. Pada generasi inilah para penggemar mulai membangun yang namanya “budaya mendukung” dalam bentuk komunitas daring serta di kafe-kafe resmi penggemar artis pujaannya. Sementara itu penggemar generasi ketiga yang dikelompok idola BTS, Blackpink, EXO, hingga Red Velvet punya pendekatan yang lebih jauh lagi. Mereka ini sangat peduli dengan citra idolanya di ranah digital dengan mengatur kata kunci pencarian yang bagus, membuat fancam (klip video amatir saat idolanya tampil di panggung), sampai ngejar komentar-komentar jahat yang menyerang. Contoh terakhir ya kejadian Safa dua hari lalu.
Masih akan terus berjaya
Riwayat tersebut menjelaskan betapa peduli dan setianya penggemar K-pop terhadap para idolanya. Dari aspek daya beli, dukungan moral, waktu yang dihabiskan untuk streaming lagu dan video, sampai menjaga reputasi idola, semua dilakukan dengan penuh totalitas. Jadi ga perlu heran kenapa fans K-pop bisa begitu militan bahkan kadang obsesif terhadap idolanya. Menganggap fenomena ini sebagai obsesi sesaat aja sepertinya tidak representatif, sebab ini adalah kultur pop yang sudah ditanam sejak bertahun-tahun lalu.
Tentu saja kultur komunitas penggemar yang kuat ini pertanda baik untuk industri. Itu artinya jika perusahaan label musik Korea Selatan sanggup melahirkan talenta baru berkualitas, enggak ada alasan gelombang K-pop akan surut dalam waktu dekat.
Rumah manajemen kayak HYBE dan YG Entertainment pasti akan terus mencari BTS dan Blackpink berikutnya. Dua kelompok musik ini adalah produk terbaik yang ga hanya laris di Korea tapi juga internasional. Apapun yang kedua grup itu sentuh, pasti akan jadi emas. Ga percaya? Mungkin kamu ingat gimana chaos-nya gerai-gerai McDonald tahun lalu ketika mereka kerja sama dengan BTS? Padahal yang mereka jual itu cuma nugget loh, tapi yang antre luar biasa ramai. Gilanya kantong kertas produk itu aja bisa dijual dengan harga yang agak kurang wajar untuk kantong kertas. Sebagai tambahan, BTS berhasil ngantongin sekitar Rp125 miliar dari kerja sama dengan McDonald itu. Ini belum bahas produk-produk lain yang diiklankan oleh BTS atau grup K-pop lainnya.
Dengan kata lain, fenomena K-pop ini adalah kesempatan besar industri hiburan. Ketika mereka mencapai level kesuksesan seperti BTS misalnya, mereka benar-benar punya kemampuan Midas, mengubah segalanya jadi emas. Yang memungkinkan mereka seperti demikian? Tentu saja penggemar mereka yang militan tersebut. Kamu juga ga usah kaget apabila nanti akan ada keributan lainnya di komunitas fans K-pop seperti beberapa hari lalu sebab itulah yang akan terjadi ketika loyalitas dan dukungan terhadap sosok idola mencapai titik tertingginya.
Mar 03, 2023 last edited03 comments
References (15)
- Edit Post Edit This Post within a Hour
- Hide Post Hide This Post
- Delete Post If inappropriate Post By Mistake
- Report Inappropriate content
- Edit Post Edit This Post within a Hour
- Hide Post Hide This Post
- Delete Post If inappropriate Post By Mistake
- Report Inappropriate content
- Edit Post Edit This Post within a Hour
- Hide Post Hide This Post
- Delete Post If inappropriate Post By Mistake
- Report Inappropriate content
03 comments
willimes doe
12 june 2017 replyQuis autem velum iure reprehe nderit. Lorem ipsum dolor sit amet adipiscing egetmassa pulvinar eu aliquet nibh dapibus.
Qlark Jack
22 july 2017 replyQuis autem velum iure reprehe nderit. Lorem ipsum dolor sit amet adipiscing egetmassa pulvinar eu aliquet nibh dapibus.
Olivia Take
15 jan 2016 replyQuis autem velum iure reprehe nderit. Lorem ipsum dolor sit amet adipiscing egetmassa pulvinar eu aliquet nibh dapibus.